Oleh:
Linggalessa
Siang hari ini cukup terik, Elissa baru saja keluar kelas dari jadwal
kuliahnya. Ia baru saja kenal dengan seseorang yang bernama Rafa, laki-laki
seusianya yang berbeda jurusan dengan Elissa. Elissa pernah sekali bertemu
dengan Rafa di dalam sekretariat himpunan mahasiswa ketika sedang berburu tanda
tangan ketua himpunan ketika sedang melakukan tahap orientasi.
Elissa mengecek ponselnya, menemukan nama Rafa disana "Aku di
koridor C dekat ruang DHMD, kamu dimana?" Ia pun segera membalas pesan
Whatsapp dari Rafa "Oke, aku kesana."
Elissa sebenarnya lupa-lupa ingat dengan batang hidung Rafa, sambil
mencari Rafa, ia tetap sibuk dengan handphone di tangannya walaupun tidak ada
yang penting. Elissa pun menemui Rafa, keduanya kini duduk di bangku koridor
gedung C kampus itu.
"Hei, masih ada kelas?" tanya Rafa yang sedikit tersenyum.
"Hei. Oh enggak, kamu?"
"Sama, rencananya sekarang mau kemana?"
"Gak kemana-mana sih, paling balik," jawab Elissa.
"Kalau gitu, aku mau makan, kamu mau ikut?"
"Boleh."
Pertemuan singkat siang itu cukup membuat senang Elissa, ia adalah
mahasiswa baru di kampus tersebut dan langsung mendapat teman yang ramah,
apalagi dia laki-laki. Namun, Elissa tetap menjaga hati agar tidak sampai
terbawa perasaan, karena sebelumnya Elissa belum pernah mendapat perlakuan
seperti ini oleh laki-laki selain ayahnya.
Malam hari ini, Elissa sulit tidur. Ia merasa bosan dan akhirnya
memutuskan untuk mengirim pesan singkat ke Rafa melalui Whatsapp. Ia harap Rafa
belum tidur. Namun, baru saja ia membuka handphonenya, Rafa sudah chat duluan.
"Elissa, lagi apa? Udah tidur?"
"Belum tidur. Aku gak bisa tidur, ini lagi santai aja."
"Oh ya by the way thank's
ya udah nemenin aku makan siang tadi."
"Iya, sama-sama. Kamu sendiri belom tidur tuh? Atau lagi
nugas?"
"Iya, baru beres ngerjain tugas. Kamu cantik juga ya."
"Hahaha, makasih. Oh ya, kamu dapet nomor telepon aku dari
mana?"
"Ada lah, dari grup angkatan fakultas."
Elissa baru menyadari bahwa mereka berada di dalam satu grup fakultas
yang sama, pasti Rafa mendapat nomor telepon Elissa dari sana. Apalagi ketika
keduanya meminta tanda tangan ketua himpunan beberapa waktu lalu, mungkin Rafa
mendengar nama Elissa ketika sedang perkenalan.
Seiring berjalannya waktu, hubungan Rafa pada Elissa semakin baik,
bahkan Rafa memperlakukan Elissa dengan manis. Hal itu membuat Elissa jadi
sedikit salah tingkah, sesekali Elissa bingung dengan perlakuan Rafa
terhadapnya. Mengapa mereka dekat begitu cepat? Apakah Elissa sudah merasa
jatuh cinta pada Rafa? Entahlah, hanya saja Elissa tidak ingin jatuh terlalu
dalam sebelum memastikan Rafa benar-benar menyukainya.
Hubungan Elissa dan Rafa semakin baik dan dekat, sesekali mereka
menyempatkan waktu berdua untuk sekedar berjalan-jalan di kampus sebelah yang
memiliki taman yang indah. Atau, membeli cemilan pinggir jalan kemudian
memakannya bersama-sama.
Hingga pada suatu hari, Elissa dan Rafa sedang menonton film di bioskop
di salah satu mal terkenal di kota Bandung. Elissa tidak pernah menonton berdua
dengan laki-laki, ini adalah kali pertamanya dengan Rafa. Mereka menonton film
action dengan serius. Sesekali tangan Rafa menyentuh tangan Elissa, namun
Elissa menolak, ia takut perlakuan ini menjadi dirinya semakin jatuh hati pada
Rafa. Ah, Elissa lemah sekali jika diperlakukan dengan manis.
***
Sudah satu minggu Elissa tidak mendapat kabar sama sekali dari Rafa. Ia
bingung Rafa kemana, Elissa kini sudah mengakui pada diri sendiri bahwa ia
naksir dengan Rafa. Bagaimana ini? Rafa telah membuatnya jatuh hati, namun kini
ia menghilang begitu saja.
Meskipun keduanya masih berkuliah di tempat yang sama, tetapi mereka
sangat jarang bertemu. Hingga akhirnya Elissa memberanikan diri bertanya pada
Rafa, mengapa ia menghilang? Namun, Rafa hanya menjelaskan seadanya tanpa
alasan yang masuk akal. Hal itu membuat Elissa menjadi, "ok, cukup Elissa.
Rafa tidak menginginkanmu."
Padahal, sudah terlihat sekali dari cara Rafa berbicara dan
memperlakukan Elissa, bahwa Rafa menyukai Elissa. Entah apa alasannya Rafa
menarik ulur perasaan Elissa, tetapi yang jelas dari sini Elissa sadar untuk
tidak mengharapkan Rafa lagi.
***
Beberapa tahun kemudian, Elissa sedang berada di dalam sebuah acara workshop bisnis. Di acara tersebut, tak
sengaja ia bertemu dengan Rafa yang kini sudah sukses dengan pekerjaannya.
Elissa tiba-tiba teringat dengan masa-masa awal kuliah saat mengenal Rafa dulu,
ia pernah menyukai Rafa namun tak
berbalas.
"Elissa? Kamu Elissa angkatan 2017 kan?" tanya Rafa yang
menghampiri Elissa secara perlahan. Elissa pura-pura baru menyadari kehadiran Rafa di tempat itu.
"Iya, eh kamu Rafa kan?"
"Iya, apa kabar? Sendirian aja?"
"Baik. Hehee, iya nih sendiri."
Tiba-tiba, datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi agak gemuk yang
menghampiri mereka. Rupanya dia adalah teman kerja Rafa yang bernama Vian. Vian
sangat sopan dan ramah, ketiganya pun mengobrol di sela-sela coffee break dari acara workshop
tersebut.
“Oh ya, ini Vian. Dia rekan kerjaku. Dan Vian, ini Elissa, dia teman
kuliahku dulu,” kata Rafa yang memperkenalkan keduanya. Viand an Elissa saling
berjabat tangan satu sama lain dan melemparkan senyuman.
“Ya, hai. Salam kenal, saya Elissa.”
“Salam kenal juga, saya Vian.”
Dari perkenalan itu, Elissa dan Vian pun turut semakin baik dan
berlanjut dalam hal komunikasi. Sementara itu, Rafa hanya sesekali menggoda
Elissa lagi dan mengingatkannya pada masa-masa kuliah.
Tetapi, Elissa segera beralih dan tidak ingin jatuh kembali pada lubang
yang sama. Ia sudah memutuskan untuk tidak dekat lagi dengan Rafa terlalu jauh,
sudah cukup sebagai teman saja.
Elissa tidak ingin menutup hati lagi, ia ingin membuka hati lagi pada
orang lain. Namun untuk Rafa, sepertinya masih sulit. Ia hanya ingin berteman
baik dengan Rafa tanpa ada rasa seperti dulu lagi.
Beberapa bulan kemudian, Vian dan Elissa akan menyelenggarakan acara
lamaran. Rafa sebagai teman kuliah Elissa diundang ke acara lamaran tersebut.
Di acara lamaran tersebut, nampak wajah Rafa yang sedikit merenung dan
kecewa ketika Vian menyematkan cincin di jari manis Elissa. Ia nampak menyesal
tak pernah mengakui perasaannya dulu pada Elissa. Apalagi ketika mengenalkan
keduanya di acara workshop dahulu. Dan
hasilnya, sekarang ia melihat Elissa sudah bahagia dengan Vian, temannya
sendiri.
Hidup itu berputar, rasa cinta datang dan pergi begitu saja. Manusia bisa merencanakan, tetapi tetap Tuhan yang menentukan.
Comments
Post a Comment